Apa kabar, Hidup? Semoga baik-baik saja. Kukirimkan secarik catatan dari sudut kamar gelap di pojokan Bogor yang pekat padat rapat di akhir pekan. Masihkah hidupmu membosankan? Tidur saat waktu masih terlalu dini berganti hari dan bangun di hari yang sama. Membuka mata kemudian mematikan bising alarm. Sengaja kau atur setiap lima belas menit sejak pukul tujuh pagi bunyi panggilan kerja itu menyala. Lalu kau teguk segelas air yang matang atas jasa saluran listrik. Lagu mengalun, terkadang bising, terkadang sendu, tanda emosimu saat pagi tak menentu. Lalu kau lama berdiam di kamar mandi. Menyalakan kembang air, duduk di closet, menunduk dan melanjutkan tidurmu yang tak nyenyak. Lalu kau bangun, menyeka gigi, mengacak-ngacak rambut, mengelap tubuh, dan mengeringkannya. Kau keluar dengan tubuh yang tak segar, mata berat, namun tetap berusaha agar bagian di antara lengan dan tubuhmu tak berbau.
Sekarang kau rajin menyisir rambut. Meski helai-helainya kini mudah sekali terjatuh, tanda akar-akarnya sudah tak kuat. Aku tak hendak menyebutmu tua. Kupastikan hampir seluruh helainya masih hitam pekat, tapi akarnya saja yang tak kuat. Lagipula, kau masih menggunakan shampoo anti-ketombe, bukan anti-rambut-terjatuh, berarti masalah utamamu selama ini masih ketombe yang tak lagi kau kau anggap sebagai masalah karena kau telah berdamai dengannya. Setelah kau lihat hamparan rambutmu sendiri, kau membuka pintu dan menguncinya. Kau selalu menyimpan kunci di kantung yang sama di bagian dalam tasmu. Kau turuni tangga, menuju tempat parkir, dan memeriksa apakah burung-burung merpati meninggalkan jejak di jok motormu. Lagipula kau tak peduli lagi apakah merpati-merpati itu tak peduli dimana ia akan melepaskan hasil olah pangannya karena sekali lagi kau telah berdamai dengan itu.
Kau melaju di jalan raya, hanya lima menit menuju kantormu. Sengaja kau buat menjadi lima belas menit perjalanan karena kau perlu membeli sebungkus nasi kuning berlauk tempe orek, bihun goreng, telur dadar, dan dua sendok sambal terasi. Setiba di kantor, kau mengeluarkan laptop, menghidupkannya, dan meninggalkannya kemudian turun menuju pelataran. Sebatang rokok dan obrolan pagi hari tentang kopi yang belum diseduh, tentang rekan kerjamu yang belum mengisi daftar hadir, tentang berita kemarin malam, tentang apa saja yang tak perlu menjadi rahasia. Lalu kau kembali menuju meja kerja, memeriksa surel yang masuk, membalas surel yang perlu dibalas, melihat daftar pekerjaan yang perlu dikerjakan, kemudian merasa nanti saja dikerjakannya karena kau merasa jika kau kerjakan saat itu juga pekerjaanmu yang lain tak kunjung selesai. Maka kau berdamai dengan setumpuk ambang batas waktu pekerjaan. Kau memeriksa akun sosial media, menyukai berbagai hal yang kawanmu bagikan, dan mematikan ponselmu.
Waktu istirahat tiba kau kembali turun ke pelataran. Membakar ujung kretekmu, menghisap asapnya, menyesap kopi tubruk yang kau sisakan sejak pagi, menyalakan ponsel, memeriksa akun sosial media, membuka akun lainnya, membuka akun lainnya, mematikannya, dan jam istirahat selesai. Kau kembali ke meja kerja dengan konsentrasi yang telah penuh dan siap bekerja. Kau bekerja bagai keledai, begitu lambat, karena kau telah berdamai dengan kerja keras bagai kuda. Menjelang sore, kau semakin rajin memeriksa jam tangan. Kau tak sabar ingin menyelesaikannya. Pukul lima sore tiba, rekan kerjamu pulang dan kau masih saja duduk di kursi yang sama. Kau sedang menunggu waktu makan malam tiba. Dan saat malam tiba, kau pulang dan melaju di jalanan. Kau berkeliling mencari menu makan malam dan kerap berakhir di tenda pecel lele. Kau selalu meminta kubis goreng, cukup sering meminta tambahan nasi setengah piring jika sambalnya terasa sedap. Kau pulang dengan perut yang terasa kenyang, membuka pintu, membersihkan lantai yang berhamburan helai-helai rambut, merapikan sprei kasur, mengganti pakaian, merebahkan diri, membuka akun sosial media, membuka akun lainnya, membuka akun lainnya. Kau tidur bukan karena mengantuk, tetapi karena kau memang merasa bosan terjaga. Keesokan hari, kau masih begitu saja. Nanti, sekali waktu, akan kutanyakan kembali apa kabarmu, Hidup.